1. Subnetting:
1.1 Jika pada masing-masing kelas IP (A/B/C) subnetmask sebuah IP address host tidak default, maka berarti terdapat subnet pada network dimana IP berada. Tepatnya, jumlah bit network pada subnetmask tersebut lebih dari jumlah bit netwok pada subnetmask defaultnya.
1.2 Jikalau IP nya kelas B, subnetbitnya adalah 4. Subnetmask 255.255.240= /20.èJumlah subnetwork yang terdapat pada subnetting sama dengan 2 pangkat jumlah bit subnet. Contoh dari subnetmask 255.255.240.0
Bit subnet = 20 – 16 = 4 (dimana 16 adalah /16 sebagai default subnetmask kelas B) .
Dengan demikian, jumlah subnetwork = 2 pangkat 4 = 16 buah.
Catatan, menurut ketentuan Internasional (CISCO) . jika IP tersebut termasuk IP Internet, maka
Jumlah subnetwork harus dikurangi 2. Mengapa? Karena tidak boleh subnetwork yang
Terbentuk berimpit dengan IP network induk atau IP broadcast induk (maksudnya induk adalah
default).
1.3 Jumlah IP host dari sebuah subnetwork sama dengan 2 pangkat jumlah bit host yang diperoleh dari subnetmask yang digunakan. Misalnya sebuah IP menggunakan subnetmask 255.255.255.192, maka subnetmask tersebut dapat ditulis menjadi /26. Jumlah bit host dihitung dari /32 – /26 = 6. Enam adalah jumlah bit host. Jadi, jumlah IP host pada subnetwork di atas sebanyak 2 pangkat 6 dikurangi 2 sama dengan 62.
2. Supernetting:
2.1 Jika pada masing-masing kelas IP (A/B/C) subnetmask sebuah IP address host tidak default, dan jumlah bit network pada subnetmask tersebut kurang dari jumlah bit netwok pada subnetmask defaultnya disebut supernetting. Contoh, IP 192.168.100.8/22. Jelas bahwa IP tersebut termasuk kelas C. Akan tetapi, bit subnetmasknya kurang dari defaultnya. Dengan demikian, kasus ini menggunakan supernetting.
2.2 Ketentuan perhitungan jumlah supernet dan hostnya sama dengan perhitungan subnetting.
2.3 Kegunaan supernetting adalah untuk menggabungkan jumlah IP yang tidak mencukupi dari sebuah kelas IP dan menghindari router. Misalnya, untuk kelas C, jumlah host dari networknya tidak bisa lebih dari 254 IP. Padalah diinginkan 1 networknya 1000 komputer tanpa menggunakan Router. Nah, di sinilah peranan supernetting diperlukan. Biasanya, supernetting ini disebut dengan CIDR (classless inter-domain routing).
-=:# BAGIAN I #:=-
Dari sekian banyak persoalan seputar IP Addressing (IPv4) dari TCP/IP, yang dirasakan cukup rumit adalah subnetting/supernetting. Di sini terasa sekali adanya perhitungan matematika walau sebenarnya sederhana tetapi sering membingungkan. Subnetting sering digunakan untuk memecah IP jaringan menjadi sub-sub jaringan yang biasanya cukup kompleks.
Setiap host (komponen jaringan yang memiliki identitas) sudah pasti akan memiliki IP address (selanjutnya disebut IPH), baik di-setting secara tetap (fixed) maupun dinamik, akan selalu disertai subnet mask atau netmask (selanjutnya disebut SNM). Buat apakah subnet mask atau netmask tersebut? Dengan berbekal IP Address dan subnet masknya, maka kita akan dapatkan informasi tentang IP address network (selanjutnya disebut IPN), IP broadcast (selanjutnya disebut IPB), serta jangkauan atau kapasitas jaringan tempat host itu berada.
Mari kita kita simak ilustrasi berikut ini.
Diketahui sebuah host dari sebuah jaringan dengan IPH=192.168.1.78 dan SNM=255.255.255.224. Dengan berbekal kedua info tersebut kita dapatkan IPN, IPB dan jangkauan IPH tempat host itu berada.
Rumus Mendapatkan IPN:
IPN = IPH .AND. SNM
Rumus Mendapatkan IPB:
IPB = IPN .NOT.(SNM)
Nah, dari kedua rumus itu, mari kita hitung:
IPN = 192.168.1.78 .AND. 255.255.255.224 = 192.168.1.64
(coba minta bantuan calculator untuk menghitungnya)
IPB = 192.168.1.64 .NOT.(0.0.0.63) = 192.168.1.95
(.NOT. dari 255.255.255.224 adalah 0.0.0.31, ini juga pake saja calculator)
Nah dari aturan RFC, diketahui bahwa sebuah IP Address jaringan dimulai dari IPN dan diakhiri dengan IPB. Jadi, tentu saja kita dapatkan range atau jumlah IPH tempat host 192.168.1.78 itu berada, yakni dari 192.168.1.65 s.d. 192.168.1.94 sehingga jumlah IPH adalah 30. Cara lain untuk menghitung range IPH adalah cukup dengan menghitung jumlah bit yang bernilai 0 (biner) pada SNM dengan bantuan tabel di bawah ini. Dari SNM=255.255.255.224, pada angka 224 terdapat jumlah bit 0 adalah 5; dan 2 pangkat 5 adalah 30 host (32 – 2). Jumlah IP selalu akan dikurangi 2 karena kedua IP tersebut (IPN dan IPB) tidak boleh dijadikan identitas host.
Desimal Biner
0 00000000
128 10000000
192 11000000
224 11100000
240 11110000
248 11111000
252 11111100
254 11111110
255 11111111
Kedua rumus di atas juga berlaku untuk kelas A dan B. Selain itu dapat digunakan untuk kasus supernetting. Supernetting adalah kebalikan dari Subnetting yang tadi dibahas di atas. Supernetting menggunakan sebagian bit-bit network untuk dijadikan subnet. Supernetting digunakan jika dengan memiliki beberapa blok IP kelas C diinginkan satu jaringan yang besarnya > 256 IP tanpa dilengkapi dengan Router. Hal ini tidak mungkin tanpa bantuan mekanisme supernetting karena IP kelas C hanya 256 buah.
Sebagai ilustrasi, marilah kita perhatikan IP kelas C dengan SNM=255.255.252.0. Karena default SNM kelas C adalah 255.255.255.0, berarti SNM tadi melanggar default. Akan tetapi dengan konsep mekanisme supernetting, hal itu jadi mungkin dan ‘tidak melanggar’. Konsep ini dikenal dengan CIDR atau classless Internet domain routing. Dari SNM tadi, jumlah digit 0 nya sebanyak 10 bit artinya jumlah IP yang mungkin adalah 2 pangkat 10 atau 1024 buah IP. Berarti kalau SNM 255.255.248.0 kapasitas jaringannya adalah 2048 IP (coba hitung sendiri)
Wednesday, 15 December 2010